Rabu, 03 Juni 2009

SEPINTAS TENTANG UMMAHATUL MUKMININ: SHAFIYYAH BINTI HUYAY

Shafiyyah binti Huyay adalah sosok putri seorang musuh bebuyutan Islam yang kemudian masuk Islam dan menjadi salah seorang Ummahatul Mukminin. Ia adalah putri Huyay bin Akhtab, salah satu pemimpin Yahudi dari Bani Nadhir yang paling gencar memusuhi Rosululloh SAW.
Ketika Rosululloh SAW memilih Shafiyyah untuk diri beliau sendiri, maka beliau menawarkan dua pilihan kepada Shafiyyah pada saat ia menghadap beliau. Terlebih dahulu Nabi SAW berkata kepadanya: “Ayahmu adalah seorang Yahudi yang sangat keras memusuhiku sampai Alloh SWT mencabut nyawanya.”
Shafiyyah menjawab: “Ya Rosululloh, sesungguhnya Alloh telah berfirman dalam Kitab-Nya: ‘Dan seorang yang berdosa tidak akan memikul dosa orang lain.’” (QS. Al-An’aam: 164)
Nabi SAW kemudian bersabda: “Pilihlah; bila engkau memilih Islam, maka engkau akan kujadikan istriku; namun jika engkau tetap memilih agama Yahudi, maka engkau akan kumerdekakan hingga engkau bisa bertemu kembali dengan kaummu.”
Shafiyyah lantas menjawab: “Ya Rosululloh, aku sangat mencintai Islam dan aku telah membenarkan kenabian Anda sebelum Anda mengajakku saat aku berada dalam kendaraan Anda. Terhadap kaum Yahudi, aku tidak mempunyai keinginan untuk kembali. Di sana aku juga tidak mempunyai ayah atau saudara! Anda telah menawarkan dua pilihan kepadaku untuk memilih kufur atau masuk Islam. Sungguh Alloh dan Rosul-Nya lebih aku cintai daripada aku dimerdekakan dan kembali kepada kaumku.”
Setelah peristiwa itu Rosululloh SAW tidak pernah menyebut ayahnya meskipun satu kata. Shafiyyah akhirnya resmi masuk Islam, kemudian Rosululloh memerdekakannya dan menikahinya. Kemerdekaan Shafiyyah yang beliau jadikan sebagai maskawinnya. Ketika beliau melihat ada bekas berwarna kebiruan di wajah Shafiyyah di dekat dua matanya, beliau bertanya: “Apa ini?”
Shafiyyah menjawab: “Sewaktu aku di nikahi oleh suamiku, Kinanah bin Ar-Rabi’, aku pernah bermimpi melihat ada rembulan yang jatuh ke pangkuanku. Mimpi itu aku ceritakan kepada suamiku, tetapi ia malah menamparku sambil berkata: ‘Ini hanyalah lamunanmu saja bahwa kamu ingin di nikahi raja Hijaz, Muhammad!’ Yang engkau lihat di mukaku adalah bekas tamparannya.”
Ketika mereka sampai di pinggiran kota Madinah, kaum wanita tidak segera memasuki rumah mereka, karena ingin menyambut Shafiyyah. Mereka ingin mengucapkan selamat kepada Shafiyyah. Di antara wanita-wanita yang menyambut itu ada ‘Aisyah, Hafshah, Zainab binti Jahsy dan Juwairiyyah. Mereka ingin melihat dengan mata kepala sendiri bagaimana sang pengantin baru itu di mata Nabi SAW. Ketika ‘Aisyah keluar dan telah melihat Shafiyyah, Rosululloh lalu bertanya kepadanya: “Bagaimana pendapatmu, wahai Syuqairo, (Syuqairo adalah salah satu panggilan Rosululloh untuk ‘Aisyah)?”
‘Aisyah menjawab dengan ketus: “Aku baru saja melihat seorang wanita Yahudi, putri orang Yahudi.”
Nabi kemudian berkata kepadanya: “Hai, jangan berkata begitu. Dia telah masuk Islam dan keislamannya sudah cukup bagus.”
Shafiyyah menempati sebuah kamar di samping kamar para istri Nabi lainnya. Dia bergabung dengan mereka di hati sang suami, Nabi SAW tercinta. Namun dengan kecerdasan yang dimilikinya, ia berusaha untuk mendapat simpati ‘Aisyah, Hafshah dan yang lainnya. Semua ini dilakukan guna memelihara silaturrahim di antara mereka dan juga atas dorongan kasih sayangnya kepada Fathimah Az-Zahra, putri Rosululloh SAW.
Dalam hadits yang diriwayatkan oleh Tirmidzi dan Al-Hakim. Shafiyyah berkata: “Suatu ketika Rosululloh SAW masuk menghampiriku sewaktu aku sedang menangis. Beliau lantas bertanya: ‘Mengapa engkau menangis?’ Aku menjawab: ‘Aku mendengar bahwa Hafshah dan ‘Aisyah mengejekku dan keduanya berkata: ‘Kami lebih baik daripada Shafiyyah, sebab kami adalah putri paman Rosululloh SAW sekaligus sebagai istri beliau, ‘Nabi SAW bersabda: “Kenapa engkau tidak berkata saja kepada mereka: ‘Bagaimana kalian bisa lebih baik daripadaku, sedang ayahku adalah Nabi Harun, pamanku Nabi Musa, dan suamiku Nabi Muhammad SAW?!’”
Sepeninggal Rosululloh, Shafiyyah tetap hidup sebagai sosok wanita yang beriman dan ahli ibadah, sebagaimana keadaannya ketika ia masih bersama Nabi. Di kamarnya pernah berkumpul beberapa orang membaca Al-Qur’an, kemudian mereka bersujud, lalu membaca Al-Qur’an lagi. Shafiyyah lantas bertanya kepada mereka: “Ini baru sujud dan bacaan Al-Qur’an, lantas mana tangisnya?”
Shafiyyah wafat pada masa pemerintahan Mu’awiyah bin Abu Sufyan tahun 52 Hijriyah. Jenajahnya di makamkan di Baqi’. Semoga Alloh SWT meridhoi dan membuatnya berhati ridho.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar