Minggu, 31 Mei 2009

Reality Show, Realistiskah?

Reality Show Televisi, Realitiskah?

Suatu ketika ada seorang remaja yang menanggapi pertanyaan temannya tentang program acara reality show yang saat-saat ini semarak tayang di berbagai stasiun televisi. Dengan sembil tersenyum, remaja tadi berkata: ”Ada seorang temanku di bayar sekian rupiah untuk ikut “memerankan kisah” dalam cerita reality show tersebut. Maksudnya acara tersebut merupakan bagian dari peran-peran yang di bangun menjadi sebuah cerita yang di kemas semenarik mungkin, agar tercipta sebuah cerita yang penuh dengan konflik atau lebih tepatnya acara tersebut adalah rekayasa. Jadi tidak ada bedanya dengan sinetron-sinetron yang ada saat ini, dan mereka di bayar untuk itu.”
Benarkah? Apakah benar tema yang selama ini di usung oleh produser-produser acara reality show tersebut mengatakan bahwa acara mereka sangat “berbeda” dengan acara reality show-reality show lainnya yang ada saat ini?
Reality show adalah sebuah acara yang di tayangkan di televisi yang menceritakan tentang kehidupan seseorang dengan berbagai permasalahannya. Ataupun menyajikan acara dalam bentuk “komedi” dengan cara “mengerjai” orang lain ataupun orang terkenal. Ataupun banyak ragam jenis acara reality show-reality show lainnya.
Reality show yang ada selama ini menyajikan drama yang sangat ”mencekam”, yang berhari-hari menyita perhatian media elektronik sekarang ini. Reality show tersebut doyan mengaduk-aduk emosi pemirsa dengan adegan marah-marah, mata melotot, tangan menunjuk-nunjuk, mengamuk, menampar, bahkan sampai baku hantam. Semua unsur tadi “katanya” merupakan unsur-unsur yang sering disebut elemen sukses tontonan televisi yang harus di penuhi.
Melihat orang berantem atau mengamuk di acara reality show, walau dengan terkaget-kaget, kadang muncul kecurigaan ada unsur “rekayasa” di sana. Siapa tahu saat acaranya tersebut tayang, “pelakunya” mungkin menonton di rumah sambil tertawa-tawa.
Dengan banyaknya acara reality show tersebut, mereka, yakni pihak televisi seharusnya dapat memilah-milah, mana yang harus di tonton anak-anak, remaja, dewasa, di bawah bimbingan orangtua atau semua umur. Sehingga apa yang seharusnya di tonton oleh orang dewasa, tidak ditonton oleh remaja atau bahkan anak-anak. Mugkin hal tersebut dapat dilakukan dengan cara menetapkan jam tayang yang sesuai.
Teringat kata-kata Sang Jenderal Naga Bonar tentang jargon Apa Kata Dunia! Ya benar, “Apa Kata Dunia… kalau semua acara televisi isinya hanya orang berantem dan marah-marah.” Bagaimana sikap kita? Hanya orang-orang yang bersikap bijaklah yang bisa menyikapi acara-acara seperti itu. Bagaimana dengan Anda?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar