Jumat, 24 Juli 2009

Lima Hari Tak Sempurna

Rabu, lima belas Juli 2009, saya berangkat ke Jakarta bersama ibuku tercinta bermaksud untuk mengantar ibu menengok kakak iparku yang sedang sakit. Saya juga sekalian menemani ibu untuk berkunjung ke rumah kakak-kakakku yang lainnya yang tersebar di beberapa wilayah di Jakarta, Bekasi dan Bogor. Namun untuk “kunjungan pertama” ibuku langsung menuju rumah kakakku yang ke tiga, karena tujuan awalnya adalah untuk menengok kakak ipar, suami dari kakakku yang ke tiga. Kami berangkat dari Banjar jam 08.30 menggunakan transportasi umum yaitu bis. Siang jam jam 15.30 pun kami sampai juga di rumah kakakku di daerah Jati Bening Permai.

Kamis, enam belas Juli 2009, hari berikutnya saya dan ibuku masih berada di rumah kakakku yang ke tiga. Ibu mungkin ingin menginap beberapa hari dulu di sana. Namun dalam hari itu juga ada beberapa kakakku dan anak-anaknya datang bertemu, karena sudah mendengar bahwa neneknya dan pamannya yang ganteng ini (alias aku:) sudah di rumah kakakku yang ke tiga. Hingga sampai malam pun kakakku yang lainnya datang silih berganti hanya untuk bertemu dulu dengan ibuku. Mereka pun bilang kalau mau ke rumah anaknya yang lain, ibuku tinggal bilang saja dan nanti akan di jemput. Sampai hari kedua di rumah kakakku masih dalam keadaan baik-baik saja.

Jumat, tujuh belas Juli 2009, hari berikutnya kami semua menjalani hari-hari seperti biasanya. Setiap pagi di rumah kakakku ini, biasanya setiap jam 06.30 selalu di sediakan “sarapan rutin” lontong isi dan bakwan serta sambal kacang yang pedas. Karena setiap di tawari roti, ibuku selalu tidak mau. Cukup segelas teh manis hangat, lontong dan bakwan. “Sarapan rutin” ini memang sudah menjadi kebiasaan kami, di manapun, baik di Banjar maupun di rumah kakak-kakakku.

Setelah menikmati sarapan pagi, kami sekeluarga selalu menyempatkan menonton berita pagi di berbagai stasiun televisi. Sampai jam 07.30 berita pada pagi itu hanya sekitar pemilu, flu babi dan berita-berita lainnya. Hingga ketika waktu menunjukkan jam 08.00, sebuah televisi menyajikan breaking news. Tanpa saya duga breaking news itu memberitakan tentang adanya ledakan di dua hotel ternama di Jakarta yaitu Hotel JW Marriot dan Hotel The Ritz Carlton. Ketika itu hanya di beritakan ledakan terjadi dari salah satu genset sebuah restoran di salah satu hotel tersebut pada jam 07.40. Namun lama kelamaan ternyata semua stasiun televisi menampilkan berita yang sama dan mulai ada perbedaan dalam isi beritanya, yang tadinya ledakan karena genset, berubah menjadi ledakan karena bom. Bom!!! Kami sekeluargapun langsung kaget mendengarnya. Rasanya sudah beberapa tahun lebih negeri ini tidak mendengar kata-kata itu lagi.

Seketika itupun saya langsung teringat dengan keponakanku yang bekerja di bagian housekeeping Hotel JW Marriot. Saya langsung berkata kepada ibu dan kakakku, bahwa kalau tidak salah Adri (keponakanku), sudah beberapa bulan kebagian masuk shift malam. Atau masuk ganti shift setiap jam 23.00 dan pulang ganti shift berikutnya jam 07.00 dan keluar dari hotel untuk pulang biasanya jam 08.00. Itu berarti bahwa Adri berada dalam waktu terjadinya ledakan bom.

Saya langsung mengambil HP dan menekan nomor Adri, ternyata tidak nyambung-nyambung dan terus saya lakukan beberapa kali. Saya juga menelepon kakak saya yang di Banjar (orangtua Adri) menanyakan sudah ada kabar atau belum dari Adri. Kakakku sambil menangis mengatakan bahwa HP-nya Adri tidak bisa di hubungi. Lalu kakakku juga menelepon kakak yang pertama (kan biasanya Adri tidurnya numpang di rumah kakakku yang pertama) dan menjawab hal yang serupa, tidak bisa menghubungi Adri. Hampir sampai jam sembilan kurang kami semua menanti kabar telepon dari Adri!?

Hati kami semakin was-was ketika di Metro Tv menyebutkan salah satu korban ada yang bernama Adri berumur sekitar 20 tahun-an. Kami semua semakin cemas akan hal itu. Saya terus mencoba menghubungi Adri beberapa kali. Dan Alhamdulillah HP saya tersambung namun tidak ada jawaban, itu berarti HP-nya Adri sudah aktif lagi. Saya terus dan terus menghubungi Adri dan Alhamdulillah HP-nya pun di angkat dan terdengar jelas suara keponakanku Adri dengan suara yang terengah-engah. Dia mengabarkan bahwa dia baik-baik saja dan sekarang sedang panik dan juga sedang membantu teman-temannya yang menjadi korban. Dia mengatakan ketika bom tersebut meledak di Hotel JW Marriot, dia sudah berada di luar kawasan hotel dan sedang menunggu kendaraan umum untuk pulang ke rumah uwaknya (kakakku yang pertama). Namun dengan rasa kaget dan panik, dia kembali lagi ke hotel dan membantu teman-temannya yang masih berada di dalam hotel, dan banar saja ada beberapa temannya yang menjadi korban. Itulah yang di ceritakan Adri kepada saya lewat HP-nya. Kami semua bersyukur karena Adri selamat dari kejadian tersebut.

Saya juga mendapatkan kabar dari kakakku yang ke sembilan (kakakku banyak ya, hehehe…), dia mengatakan bahwa suaminya, mas Hendra juga hampir juga menjadi korban bom tersebut. Katanya, mas Hendra masuk pagi dan kebetulan tempat kerjanya di salah satu gedung di samping kedua hotel tersebut. Dia sedang mengendarai motor hendak masuk wilayah tempat kerjanya, ketika melewati hotel tersebut terdengar suara ledakan keras dan mas Hendra jatuh dan terlempar dari motornya di karenakan kaget mendengar ledakan tersebut. Namun Alhamdulillah tidak mengalami luka apapun. Alhamdulillah keluarga saya masih di lindungi Alloh SWT.

Ya… Ledakan bom di Indonesia terjadi lagi. Itu semua di lakukan untuk membuat suasana kacau, panik dengan teror-teror tersebut. Setelah Indonesia beberapa tahun ini di rasakan sudah aman dari aksi teror dan terorisme, sekarang terjadi lagi di Indonesia, tepatnya di ibukota Jakarta. Entah sudah di persiapkan secara matang atau tidak, teror bom ini terjadi sehari sebelum klub sepakbola Manchaster United akan bertandang ke Jakarta untuk melawan Tim Nasional All Stars. Dengan kebetulan juga The Ritz Carlton adalah hotel tempat menginap rombongan tim MU. Dan juga pemain Tim Nasional All Stars kebetulan juga menginap di Hotel JW Marriot. Namun pemain Tim Nasional All Stars selamat dari teror bom tersebut karena mereka sudah keluar untuk latihan jam 07.15, setengah jam sebelum ledakan bom pertama terjadi di Hotel JW Marriot. Dari kejadian dua ledakan bom di dua hotel tersebut, sampai saat ini sudah merenggut 9 orang korban tewas dan puluhan orang luka-luka.

Apa yang “mereka” inginkan dengan membuat teror bom tersebut? Apakah “mereka” tidak mempunyai hati nurani berbuat hal tersebut? Apakah “mereka” juga tidak berfikir apabila yang menjadi korban, terjadi pada anggota keluarga “mereka”? Apakah “mereka” tidak berfikir apa manfaatnya bagi mereka melakukan hal tersebut? “Mereka” memang orang-orang yang tidak bertanggungjawab! Biadab! Tidak berprikemanusiaan! Dan tidak beragama (walaupun mereka memiliki agama dan melakukan hal tersebut atas dasar perintah agama, katanya)!

Sudah cukup sampai di sini aksi-aksi teror dan terorisme terjadi di Indonesia. Biarkan Indonesia menjadi Negara yang damai, aman, tentram, saling toleransi dan sejahtera. Kita tinggal menunggu hasil dan berharap pemerintah bisa menyelesaikan masalah ini dengan tuntas (tentunya tanpa menyudutkan salah satu agama yang ada), sehingga Indonesia menjadi Negara yang diinginkan kita semua. Amiinn…

Sabtu, delapan belas Juli 2009, aktivitas seperti biasanya. Saya juga saling berbagi cerita dengan teman-teman mengenai kejadian teror bom tersebut.

Minggu, sembilan belas Juli 2009, tanpa di duga dan tanpa di inginkan, saya terkena sakit “keram usus” (kira-kira ada tidak ya istiah medisnya:) untuk yang ke tiga kalinya saya nyeri seperti itu. Kejadian seperti itu saya alami terakhir kali ketika kelas tiga SMA dan saya sempat masuk UGD rumah sakit. Namun pertengahan Desember tahun 2008 pun saya pernah mengalami “keram” ini, namun tidak terlalu nyeri dan Alhamdulillah “sembuh” atas bantuan “air doa” dari “seseorang” tercinta (ehemm ehemm…). Setelah berobat di salah satu klinik 24 jam, malam harinya ibu saya ingin pulang saja ke Banjar dan kami pun pulang ke Banjar di antar oleh salah satu kakakku.

Begitulah lima hari saya dan ibu di Jakarta. Di antara teror bom, di antara kakak ipar yang sedang sakit, di antara keponakanku (yang lain) juga sedang sakit, dan di antara saya (juga) yang sedang sakit. Benar-benar lima hari yang tidak sempurna di antara ucap syukur Alhamdulillah dan “suasana yang tidak mendukung”.

Suara Ku Di Subang

Pada kesempatan kali ini saya ingin berbagi cerita dengan teman-teman semua, tentang salah satu pengalaman “real” yang saya alami. Mungkin untuk sebagian teman-teman menganggap “so what gitcuh lho” terhadap cerita ini (mungkin, mudah-mudahan tidak ada:). Tapi ini mungkin merupakan salah satu bentuk “kasih sayang” Alloh SWT terhadap saya, untuk selalu ingat kepada-Nya.

Kejadian ini saya alami setahun yang lalu sekitar bulan Maret 2008, untuk tanggal tepatnya saya lupa lagi. Mungkin “kisah” ini pernah saya “sentil” pada posting-posting sebelumnya di blog saya ini. Ya kejadian yang mungkin bisa membuat saya “shock”. Namun kejadian tersebut selalu membawa hikmah untuk kehidupan saya ke depannya. Untuk cerita lebih lengkapnya adalah sebagai berikut:

Hari itu saya masih ingat, yaitu pada hari Senin di bulan Maret 2008. Saya kebetulan pada waktu itu sedang ada dalam pekerjaan dalam melakukan riset lapangan dengan melakukan wawancara-wawancara dengan “responden-responden” yang telah di tentukan sebelumnya. Kebetulan saya termasuk ke dalam Tim Komfas (Komunitas dan Fasilitas) Jabar B yang hanya beranggotakan 4 orang yaitu saya, Rizal, Neti dan Ria. Saya dan Ria adalah ujung tombaknya alias dalam bahasa orang lapangannya adalah “enumerator lapangan”. Rizal sebagai ketua tim sedangkan Neti sebagai editor alias entri data.

Singkat kata kami sudah memasuki wilayah pencacahan (wilcah) atau wilayah tempat penelitian yang ke-5. Tiap wilayah pencacahan, kami di berikan waktu kurang lebih 5-6 hari untuk menyelesaikan pencarian data yang valid di lapangan. Wilcah yang ke-5 tersebut adalah salah satu wilayah kelurahan di Kabupaten Subang, Jawa Barat. Kami ke mana-mana, mulai dari mencari data ke lapangan, pindah cari-cari “basecamp” untuk tempat tinggal dan lain-lain dengan menggunakan dua buah kendaraan motor. Tidak di bayangkan bagaimana setiap kali kami pindah ke wilcah lain. Dalam satu motor kami penuh dengan barang-barang bawaan seperti pakaian, kuesioner penelitian dan barang-barang lainnya. Sehingga lebih tepat, kami seperti orang yang sedang mau mudik lebaran.

Di Subang kami mendapatkan “basecamp” yang merupakan kenalan dari teman kami, Rizal. Kami merasa betah di sana, selain yang punya rumah orangnya ramah juga kami sudah di anggap sebagai anak mereka sendiri. Hari pertama tiba sampai hari kelima kami merasakan tidak ada gangguan ataupun halangan dalam pencarian data ke lapangan. Namun ketika masuk hari ke enam yaitu pada hari Senin mulailah ada suatu kejadian yang membuat saya “shock”.

Pada hari ke lima sebelumnya kami sudah merasa yakin sudah bisa menyelaesaikan semua tugas wawancara ke responden-responden. Kami hanya menyisakan dua wawancara dengan sebuah Puskesmas yang telah di janjikan bisa wawancara pada hari Senin dan satu lagi menyelesaikan sebagian wawancara dengan satu sekolah SMP Negeri tentang data-data yang kurang. Untuk lebih mengefisienkan waktu, maka dua teman kami yaitu Rizal dan Neti sudah berangkat ke wilcah berikutnya yaitu di wilayah Bandung. Mereka minggu sore sudah berangkat, karena untuk menuju ke Bandung cuma memakan waktu 2-3 jam perjalanan motor. Sedangkan saya dan Ria masih menginap di “basecamp” untuk satu malam lagi dan berniat untuk menyelesaikan tugas kami di wilcah Subang.

Senin pagi jam 8 kami berdua berangkat menuju tempat yang akan kami tuju. Untuk lebih mengefisienkn waktu, maka saya dan Ria berbagi tugas. Ria saya antar ke Puskesmas sedangkan saya ke SMP. Karena arah ke Puskesmas dan SMP yang akan kami tuju berbeda arah dan lumayan cukup berjauhan, maka sayapun mengantarkan Ria terlebih dahulu. Setelah memastikan di Puskesmas Ria di terima untuk wawancara oleh Kepala Puskesmas, maka saya minta pamit ke Kepala Puskesmas untuk mewawancara ke sebuah SMP Negeri.

Jam 9 kurang saya keluar dari Puskesmas dan “on the way” ke SMP Negeri yang akan saya tuju. Ketika itu saya menaiki “motor kebanggaan” saya dengan kecepatan sedang. Kebetulan juga jalan yang saya tempuh merupakan jalan yang cukup ramai karena merupakan salah satu jalan menuju Kota Bandung. Ketika memasuki wilayah perkotaan di Subang, tepat di pertigaan sebuah Rumah Sakit Swasta, GUDDDUUBBRRAAAAKK…

Tanpa saya sadari saya telah bertabrakan dengan pengendara sepeda motor yang akan belok kanan ke arah berlawanan saya. Saya tidak dapat menghindar, sehingga kecelakaan tersebut terjadi dengan tiba-tiba. Saya pun terjatuh dan terseret hampir dua meteran. Begitupun juga dengan motor yang satunya lagi. Suasana di pertigaan tersebut menjadi ramai. Banyak orang-orang yang mengerumuni kami. Tanpa “basa-basi” pengendara motor yang saya tabrak bangun dan mendekati saya sambil memegang leher saya dan juga siap-siap dengan kepalan tangannya yang siap untuk memberikan bogemnya kepada saya. Dengan wajah yang masih “linglung” saya pun di ajak ke pinggir jalan dan saya seperti di ceramahi karena mereka tahu bahwa saya bukanlah warga daerah sekitar Subang. Salah satunya dengan melihat plat nomor motor saya yang berplat B (plat nomor Jakarta). Saya pun meminta maaf dan minta ampun agar tidak di pukuli alias main hakim sendiri.

Seharusnya dalam keadaan seperti itu alangkah baiknya menenangkan diri terlebih dahulu dan saling berbicara dengan “kepala dingin”. Setelah “berdebat” dan saya merasa terpojokkan, karena mereka sudah menganggap saya sebagai “terdakwa” terjadinya kecelakaan tersebut. Mereka mengatakan kepada saya apakah tidak tahu bahwa di wilayah pertigaan tersebut apabila mau lurus harus belok dulu ke kiri dan memutari “bunderan kecil” dan langsung lurus lagi. Dengan pembelaan, saya mengatakan bahwa saya orang baru di Subang, jadi tidak tahu jalan-jalan di wilayah tersebut seperti apa. Apalagi di pertigaan tersebut, saya tidak melihat ada rambu-rambu yang mengharuskan saya untuk belok memutari “bundaran kecil” yang ada di pertigaan tersebut.

Walaupun begitu mereka seakan-akan tidak mau tahu, apalagi orang yang bertabrakan dengan saya adalah Ketua Perhimpunan Wartawan Indonesia (PWI) wilayah Subang (katanya) yang sedang buru-buru untuk menghadiri sebuah rapat. Saya “dengan terpaksa” dan merasa “terhakimi” mengakui kesalahan ada di saya, dengan alasan bahwa saya tidak melakukan belok kiri dan memutar di wilayah pertigaan tersebut. Dengan berat hati juga saya “terpaksa” untuk membayar ganti rugi kerusakan motor dan biaya mengobati luka-luka kepada orang tersebut. Kedua motor kami memang dalam keadaan rusak yang cukup lumayan. Namun Alhamdulillah, atas kuasa dan perlindungan Alloh SWT, saya tidak mengalami luka apapun, paling hanya lecet sedikit di kaki saya. Terimakasih Ya Allooh atas lindungan-Mu.

Karena urusan saya di Subang ingin cepat selesai, maka saya pun “deal” membayar beberapa ratus ribu rupiah untuk ganti rugi kerusakan motor dan luka-luka yang di alami orang tersebut, sehingga permasalahan kami tidak melibatkan pihak kepolisian. Setelah “transaksi” selesai, saya langsung menelepon Ria, bahwa saya mengalami kecelakaan motor. Kebetulan Ria hampir menyelesaikan pencarian datanya di Puskesmas, saya menyarankan Ria untuk langsung pulang saja ke basecamp dengan menggunakan angkutan umum.

Saya pun langsung mencari bengkel resmi motor yang saya pakai. Setelah sampai di bengkel tersebut saya menginginkan kepada pihak bengkel agar motor saya bisa di perbaiki hari itu juga, dan Alhamdulillah mereka menyanggupi walaupun untuk memperbaikinya membutuhkan waktu yang cukup lama. Sambil menunggu, kulihat waktu sudah menunjukkan jam sebelas siang. Maka saya pun langsung teringat akan janji saya bertemu dengan Kepala SMP Negeri yang akan saya tuju. Sambil menunggu motor selesai, maka saya pun langsung menuju SMP tersebut.

Ketika sampai di SMP, saya langsung bertemu dengan Kepala Sekolah dan meminta maaf akan keterlambatan dengan alasan seperti apa yang telah alami tadi pagi. Alhamdulillah Kepala Sekolah memaklumi dan menyampaikan rasa ibanya kepada saya. Pencarian data di SMP pun telah saya bereskan. Saya langsung minta izin untuk pulang dan mohon pamit juga karena pencarian data di wilayah Subang telah selesai.

Saya kemudian menuju bengkel motor untuk melihat keadaan motor saya. Jam satu siang motor belum selesai di perbaiki. Kata mekaniknya mungkin jam tiga sore baru bisa selese. Karena masih lama maka saya pun mencari makan siang, karena dari pagi perut belum terisi makanan. Setelah makan siang saya pun pulang ke basecamp dahulu untuk “packing” barang-barang dan pakaian karena nanti sore kami akan langsung “cabut”, “on the way” ke Bandung.

Jam tiga sore motor Alhamdulillah sudah beres. Meskipun masih terasa berat karena mungkin setelan motornya masih baru dan kaku. Dengan Bismillahirrohmanirroohiim, juga setelah pamit kepada semuanya, saya dan Ria pun pergi meniggalkan Kota Subang. Meninggalkan kejadian-kejadian yang tidak akan pernah saya lupakan.

Sejak kejadian tersebut kurang lebih lima atau enam hari kemudian, saya menjadi orang pendiam (padahal aslinya kan pendiam:), mungkin karena masih “shock” akan kejadian yang telah menimpa saya. Namun semua itu pasti ada hikmahnya, dan saya merasa bahwa saya masih selalu ada dalam lindungan Alloh SWT dan selalu mensyukuri atas segala nikmat apapun yang telah Alloh SWT berikan kepada saya.

Segala musibah yang kita terima, pasti di balik semuanya akan ada selalu hikmahnya. Tergantung kita bagaimana untuk menerima dan me-manage semuanya itu, menjadi suatu bentuk rasa syukur kita kepada Alloh SWT. Semoga Alloh SWT selalu memberikan hidayah-Nya kepada kita dan kita selalu ada dalam Lindungan-Nya. Amiiinnn…

Senin, 13 Juli 2009

Hidupku Di Serba Sebelas

Ada serba SEBELAS, hal-hal yang menjadi kesukaan saya ataupun hal-hal yang saya sukai ataupun hal-hal yang tidak saya sukai ataupun hal-hal yang sedih ataupun hal-hal yang pernah terjadi ataupun hal-hal yang konyol yang pernah terjadi selama hidup saya sampai sekarang ini. Saya coba tuliskan dan saya rangkumkan dalam SEBELAS hal dan membaginya dalam beberapa “periode”. Kenapa saya pilih di rangkumkan dalam SEBELAS, nanti juga akan di temukan kenapa alasannya. Saya menulisnya biar terkesan seperti perjalanan hidup saya, mulai dari masa kanak-kanak sampai sekarang. “Periode-periode” tersebut adalah sebagai berikut:

MASA ANAK-KANAK

1. Saya tidak mau masuk Taman Kanak-kanak (TK) karena alasan bahwa di Taman Kanak-kanak kegiatan belajarnya hanya bernyanyi saja.

2. Saya mulai belajar mengaji sejak awal masuk Sekolah Dasar (SD).

3. Saya pertama kali khatam membaca Al-Qur’an ketika saya kurang lebih berumur 7 tahun atau lebih tepatnya ketika saya kelas dua SD.

4. Karena ketika kecil dulu saya takut melihat darah, jarum suntik dan sebagainya, sehingga ketika ada pemeriksaan Golongan Darah di sekolah, saya menjadi takut dan “kabur” untuk menghindari pemeriksaan golongan darah.

5. Saya sering main bersama teman-teman sebaya hingga lupa waktu, terutama bila main sepak bola. Kadangkalanya bapak saya pun suka mencari-cari saya bila sampai menjelang maghrib saya belum pulang ke rumah.

6. Saya pertama kali suka alias “doyan” dengan yang namanya makanan “hati macan” alias jengkol tea sampai sekarang. Ketika itu mungkin waktu saya kelas tiga SD.

7. Saya terakhir “ngompol” kalau tidak salah ketika kelas empat SD, hehehe…

8. Saya dulu juga sangat takut dengan yang namanya kuda lumping.

9. Hari Senin adalah hari yang paling saya tidak sukai, karena harus mengikuti upacara bendera, sehingga pastinya banyak berbagai macam cara dan alasan agar saya tidak mengikuti upacara bendera.

10. Saya pernah mengikuti dan menjuarai berbagai kegiatan, seperti menjuarai Lomba Gerak Jalan KanTaNas (Gerakan Tabungan Nasional), Perkemahan Sabtu Minggu Pramuka, Cerdas Cermat bidang keagamaan dan lain-lain.

11. Ketika saya berumur delapan tahunan, saya pertama kalinya belajar renang di sebuah kolam ikan milik orang lain (karena pada waktu itu belum ada satupun kolam renang di daerahku) dan sayapun sempat mau tenggelam. Sehingga dari kejadian tersebut membuat saya kapok dan sampai sekarang saya masih tetap tidak bisa berenang.

MASA REMAJA

1, Saya pertama kalinya berkelahi dengan teman ketika kelas dua SMP karena alasan sepele.

2. Inilah pertama kalinya saya mengenal cinta, walaupun sekedar cinta monyet-cinta monyetan. Ketika itu saya di kelas dua SMP.

3. Ketika kelas satu SMP, saya pernah pulang ke rumah (bersama dua teman saya lainnya, Adit dan Dodi) berjalan kaki kurang lebih 10 KM dari rumah teman karena kami kehabisan uang bekal. “Bodohnya” kita saat itu, kenapa kita tidak kepikiran untuk pinjam uang ke orang tua teman tersebut, sehingga kita bisa pulang dengan naik angkot dan tidak perlu bersusah payah berjalan kaki ria, di siang hari pula.

4. Awal pertama kalinya saya memakai kacamata yang pada waktu itu saya di kelas dua SMP.

5. Saya mulai menyukai dengan yang namanya seni tari, sehingga saya pernah di ajak oleh guru seni tari SMP untuk ikut pentas dalam acara-acara tertentu, seperti acara upacara adat dan lainnya.

6. Selama di SMP saya menyukai kegiatan ekstrakulikuler PKS (Patroli Keamanan Sekolah) dan saya pun sempat menjadi “ketua umumnya”.

7. Waktu SMP, tepatnya waktu kelas dua, pertama kalinya saya menjadi “sutradara” pementasan drama tari.

8. Saya pertama kalinya pergi sendiri naik bis dari Banjar - Jawa Barat ke ibukota Jakarta ketika kelas dua SMP.

9. Pertama kalinya saya masuk UGD rumah sakit kelas tiga SMA dikarenakan sakit “keram usus”. Dan sampai saat ini “penyakit” tersebut bisa saja terjadi kembali pada saya.

10. Sejak kelas tiga SMP saya menyukai olahraga karate dan bahkan masuk menjadi anggota perkumpulan karate. Namun kesukaan saya kepada olahraga tersebut hanya bertahan dua tahun, dikarenakan alasan “CAPE EUNG”.

11. Sejak kelas tiga SMP mulai menyukai sepakbola dunia di mulai dengan fans kepada klub Liga Jerman, yaitu VFB Stuttgart, dengan pemain “idola” saya pada waktu itu, adalah trisula maut “Balakov-Bobic-Elber”. Namun lambat laun sejak kelas dua SMA saya mulai menyukai salah satu klub Liga Italia Serie-A, yaitu ACF Fiorentina sampai sekarang.

MASA PERKULIAHAN

1. Lolos UMPTN dan masuk pilihan ke dua yaitu Jurusan Ilmu Kesejahteraan Sosial, setelah pilihan pertama saya yaitu Jurusan Ekonomi Manajemen tidak terwujud.

2. Bersahabat dan membentuk “clique” sendiri dengan nama “GANK THE MYTTH”, yaitu: Miman “Mika” Kurniawan, Yadi “Kuyadh” Hadian, Tendi “Gotentea” Priyadi (saya sendiri), Tutus “Brutus” Subronto dan Hendro “Drow” Ekaputera, di lain “pihak” ada “Gank Urban” dan “Gank Jakarta”.

3. Pertama kalinya nilai IP (Indeks Prestasi) Semester dua adalah dua koma dua (2,2).

4. Setia kost selama 4 tahun berturut-turut di Pondok Ranjeng.

5. Kegiatan KKNM (Kuliah Kerja Nyata Maahasiswa) tahun 2003, saya pribadi membuat program “penyuluhan” tentang bahaya Narkoba kepada pemuda-pemuda dan ibu-ibu pengajian di desa tersebut.

6. Selama kuliah setiap kali makan saya selalu setia kepada warung nasi langganan saya yang bernama warung nasi GAPURA. Saya tidak tahu apakah warung nasi tersebut sekarang masih ada atau tidak.

7. Tahun 2003-an ada kejadian yang sudah biasa dan sering terjadi, yaitu tawuran masal antara Universitas tempat saya kuliah dengan Universitas “tetangga”. Pada waktu itu sempat terjadi hari-hari yang “menegangkan”, dikarenakan adanya saling melakukan aksi “sweeping” antar kedua belah pihak.

8. Saya bersama teman sempat berjualan buku-buku dan pernak-pernik atau hiasan imitasi setiap ada “pasar kaget“ maupun pameran-pameran atau bazaar di kampus.

9. Mulai mengenal dunia kerja dalam bidang survey atau proyek penelitian.

10. Tahun 2004-an bapak saya mulai jatuh sakit karena stroke, dan selama hampir satu tahun (dua semester, selama tahun 2005-an) sayapun mulai “cuti kuliah” untuk menemani ibu dan kakak perempuan saya dalam mengurus bapak.

11. Lulus dari bangku kuliahan tanggal 13 Februari 2006, tepat tujuh bulan sebelum bapak saya meninggal, jadi saya bisa lulus ketika bapak masih ada, walaupun beliau pada waktu itu sudah terkena stroke.

MASA SEKARANG INI

1. Tiga tahun lalu saya “kehilangan” sosok ayah terbaik saya. Beliau meninggal di pangkuan saya tepat pada hari Minggu, 17 september 2006, pukul 12.10 WIB. Beliau meninggal karena menderita penyakit stroke hampir selama dua tahun.

2. Sampai saat ini saya “biasanya” bekerja di lapangan sebagai ujung tombak dalam kegiatan survey penelitian dari suatu lembaga yang saya ikuti. Namun pekerjaan tersebut bersifat kontrak.

3. Ketika sedang bekerja di lapangan dalam kegiatan suatu survey penelitian, ada kejadian yang menurut saya cukup “tragis”. Pada saat itu kurang lebih bulan Maret tahun 2008, saya mengalami kecelakaan, tabrakan antar motor di daerah Subang - Jawa Barat. Alhamdulillah Alloh SWT masih melindungi saya. Saya tidak mengalami “cedera” apapun, walaupun motor saya pada saat itu lumayan rusak, meskipun tidak terlalu parah.

4. Telah setahun lebih saya resmi menjadi anggota Fiorentina Fans Club Indonesia (FFCI).

5. Menyukai musik ataupun grup musik, seperti lagu-lagunya The Cranberries, Cokelat, Chrisye, PSP (Pancaran Sinar Patromax), dan lain-lain.

6. Baru menemukan “cinta sejati” sejak hampir setahun yang lalu.

7. Begitu beratnya melepaskan kepergian ibu untuk pergi umroh, padahal ibu pergi umroh adalah dalam rangka beribadah menunaikan panggilan-Nya untuk “ber-haji kecil”.

8. Mulai mengoleksi buku-buku untuk “perpustakaan kecil” saya nanti.

9. Mulai menyukai “berposting-posting ria” di blog saya ini.

10. Bila sedang berada di rumah, saya sering melakukan pekerjaan-pekerjaan di rumah (dan sekitarnya), seperti: menyapu, mengepel, menyiram tanaman, nge-cat pagar dan tembok, kerja bakti (walaupun kadang-kadang), bahkan kadang pula memasak. Hal tersebut saya lakukan karena unsur “kewajiban” maupun unsur “kesukaan”.

11. Berusaha menambah dan terus menambah teman, juga berusaha untuk membahagiakan ibunda tercinta (semampu saya) dan juga berusaha mewujudkan harapan dan keinginan besar “kami” nanti.

Selain itu juga saya merangkum mengenai SEBELAS makanan atau minuman (yang rada-rada utama) yang sangat saya sukai sampai saat ini:

1. Masakan ati macan alias jengkol tea.

2. Sayur ataupun sop kikil tea.

3. Buah melon tea.

4. Jus mangga tea.

5. Air putih tea.

6. Nasi timbel komplit tea.

7. Telor dadar tea.

8. Gorengan tempe, bala-bala ataupun gehu alias tahu isi tea.

9. Sambal goreng kentang plus ati ampela tea.

10. Ikan bakar bumbu cobek tea.

11. Mie geyot tea.

Mungkin hal-hal di atas bagi anda merupakan sesuatu yang tidak penting atau “so what” gitu loch. Tapi saya sich hanya sebatas mengingatkan diri saya sendiri saja tentang apa yang telah saya lakukan selama ini dan sampai saat ini. Sebenarnya banyak dan akan banyak lagi hal-hal yang telah dan akan saya lakukan berikutnya.

Oiya mengapa saya merangkum hal-hal tersebut dalam SEBELAS hal? Jawaban mudahnya adalah karena saya merupakan anak bungsu dari SEBELAS orang saudara. Mudah-mudahan hal-hal saya tersebut bisa lebih mengingatkan saya bahwa saya dulu pernah begini begitu. Saya akan ambil hikmahnya saja dari semua hal tersebut, tidak melupakan siapa diri saya sebenarnya dan juga bisa saya jadikan sebagai “batu loncatan” agar bisa menjadi manusia yang lebih baik lagi. Amiiinnn…