Minggu, 14 Juni 2009

Bolehkah Kita Berbohong?

Suatu ketika Rosululloh sedang berbicara dengan sahabatnya. Tidak seberapa lama Rosululloh melihat ada seorang “sifulan” yang sedang berlari seperti mencari tempat untuk bersembunyi dari orang-orang yang mungkin sedang mengejarnya. Setelah “sifulan” tersebut sudah tidak terlihat lagi, tidak berapa lama datang sekelompok orang yang sepertinya sedang mengejar dan mencari seseorang. Rosululloh sudah beranggapan bahwa sekelompok orang tersebut akan mencari atau bahkan “berbuat sesuatu” kepada “sifulan” tadi.

Salah seorang dari sekelompok tersebut menghampiri Rosululloh dan bertanya, “Wahai kafilah, apakah anda melihat orang yang melintas di daerah sini?” Setelah melangkahkan kedua kakinya sedikit, Rosululloh menjawab, “Semenjak saya berdiri di sini, saya tidak melihat seorangpun yang melintas di daerah sini.” Kemudian sekelompok orang itupun kemudian pergi meninggalkan Rosululloh.

Kisah tersebut memang benar-benar terjadi dan di lakukan oleh Rosululloh. Rosululloh pun “terpaksa” berkata bohong. Hal itu di lakukan untuk melindungi seseorang yang sedang mengalami bahaya, yang hendak membunuhnya. Berkata bohong tersebut merupakan kejadian yang boleh di lakukan bila benar-benar darurat atau terpaksa.

Mungkin sama saja seperti sepasang suami istri yang baru menikah, ketika si istri memasak dan suaminya di suruh untuk mencoba masakan tersebut, sang suami pasti akan berkata bahwa masakan istrinya sangat enak dan lezat, walaupun tahu yang sebenarnya adalah tidak enak, seperti keasinan atau kemanisan ataupun tidak berasa. Hal tersebut boleh dilakukan semata-mata untuk menyenangkan hati sang istrinya.

Begitulah Rosululloh bertindak dan berperilaku, semata-mata hanya untuk memberikan manfaat bagi umatnya. Jadi berkata bohong di perbolehkan jika ada dalam keadaan terpaksa, darurat dan sebagainya. Tapi jangan di gunakan untuk sesuatu hal yang tidak perlu, apalagi berkata bohong di jadikan suatu kebiasaan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar