Sabtu, 27 Juni 2009

Berandai Menjadi Pemimpin Super Ideal

Ketika di tanya apa yang kamu harapkan dari seorang pemimpin? Ketika itu juga kita pasti akan “menerawang” jauh untuk memikirkan apa yang kita harapkan dari sosok seorang pemimpin.

Menjadi pemimpin adalah amanah yang harus dilaksanakan dan di jalankan dengan baik oleh pemimpin tersebut, karena kelak Allah akan meminta pertanggung jawaban atas kepemimpinannya itu. Dalam islam sudah ada aturan-aturan yang berkaitan dengan hal tersebut, diantaranya sebagai berikut:

1. Niat yang lurus.

2. Laki-Laki.

3. Tidak meminta jabatan.

4. Berpegang pada hokum Alloh SWY.

5. Adil.

6. Memperhatikan rakyatnya.

7. Tidak menerima hadiah.

8. Lemah lembut.

Sedangkan, menurut yang di contohkan oleh Rosululloh SAW mengenai sifat-sifat seorang pemimpin adalah:

1. Sidik.

2. Amanah.

3. Fathonah.

4. Tabligh.

Sedangkan kalau menurut keinginan saya pribadi, seorang pemimpin yang “super ideal” itu adalah:

1. Beragama Islam dan berakhlak baik.

2. Fasih membaca Al-Qur’an.

3. Dekat dengan ulama.

4. Mempunyai ilmu pengetahuan agama dan pengetahuan umum yang luas.

5. Jujur, sabar, adil dan bijaksana.

6. Amanah dan dapat di percaya.

7. Mementingkan rakyatnya.

8. Memanfaatkan jabatannya hanya untuk beribadah.

9. Siap menerima masukan, kritikan maupun teguran dari siapapun dan kapanpun.

10. Menjauhi bahkan tidak pernah melakukan perbuatan yang tercela.

11. Tidak memiliki penyakit-penyakit hati.

12. Menegakkan amar ma’ruf nahi mungkar.

13. Hanya mengharap ridho Alloh SWT.

Dari sekian banyak ciri-ciri (atau bahkan lebih banyak lagi), mencari sosok pemimpin yang “super ideal” itu tidaklah mudah, atau bahkan sangat susah. Hanya Rosululloh, Nabi-nabi sebelumnya, kholifaurrosyidin dan “orang-orang pilihan” –lah yang sempat menjadi pemimpin di dunia ini yang di katakan “super ideal” tersebut. Mudah-mudahan, Insyaalloh, suatu saat nanti akan muncul pimimpin dambaan kita semua.

Namun bagi saya pribadi, cukuplah diri saya ini sebagai pemimpin untuk diri sendiri, keluarga atau mungkin masyarakat sekitar.

Teringat tentang suatu kisah nyata dari seorang Amirul Mukminin Umar bin Khatab. Suatu ketika beliau sedang mengadakan “patroli” rutin seorang diri, untuk keliling ke tiap-tiap pelosok negeri. Ketika itu beliau sedang mengamati sebuah rumah dan beliau mendengar hanya tangisan anak-anak. Sehingga beliaupun “tertarik” untuk mengetahui apa yang sedang terjadi.

Kemudian sang khalifah pun mengetuk pintu rumah yang sedang beliau amati dari tadi tersebut. Setelah megetuk pintu, tidak seberapa lama beliau pun bertanya kepada seorang ibu yang membukakan pintu. “Apa yang sedang terjadi di rumah ini wahai si fulanah?” Kemudian ibu tersebut menjawab, “Apa yang terjadi pada keluarga kami adalah akibat dari pemimpin kita yang sangat tidak perduli dengan rakyatnya. Sekiranya dia mendapatkan balasan yang sepadan di akhirat nanti atas perbuatannya tersebut.” Sang Khalifah pun bertanya lagi, “Apa yang menyebabkan anda bicara seperti itu kepada Khalifah kita?” Ibu itupun menjawab. “Sebenarnya tangisan dari anak-anakku ini adalah menangis karena lapar. Yang aku masak ini hanyalah batu agar anak-anakku bisa menahan dan terus menahan rasa laparnya, sehingga merekapun tertidur. Dan ketika mereka terbangun, mereka pun terus menangis, sehingga aku tetap berkata untuk bersabar karena masakannya belum matang, begitu seterusnya.”

Umar bin Khattab pun segera bergegas keluar dan berlari menuju ke Baitul Mal. Beliau lalu mempersiapkan makanan dan bahan-bahan makanan lainnya untuk di bawa dan di berikan kepada rakyatnya tadi yang sedang mengalami kelaparan. Umar pun bergegas malam itu juga, sendirian memikul bahan makanan untuk segera diberikan. Ketika sampai di depan rumah, Sang Khalifah pun mengetuk pintu dan memberikan semua bahan makanan yang di bawanya. Ibu itupun sangat gembira karena ada yang perduli dengan dirinya dan keluarganya. Dia pun mengucapkan terimakasih kepada Sang Khalifah. Kemudian ibu itupun bertanya. “Wahai fulan siapakah engkau sebenarnya. Yang telah membantu keluarga kami dari kelaparan.” Kemudian Umar pun menjawab, “Aku adalah Umar, Khalifah kalian.” Seketika itupun ibu tersebut mengucapkan syukur dan mendoakan Umar agar selalu di lindungi oleh Alloh AWT.

Bagaimana dengan calon pemimpin kita yang saat ini sedang bertarung memperebutkan kursi RI 1 dan RI 2? Apakah mereka semuanya sudah masuk ke dalam kriteria seorang pemimpin yang "super ideal"? Terserah anda dan juga saya pribadi untuk mengatakan mereka layak atau tidak menjadi pemimpin kita untuk 5 tahun ke depan. SIAP-SIAPLAH KITA UNTUK "MENENTUKAN SIKAP"!

November Rain

Hujan di bulan November. Ketika itu aku masih berumur tujuh tahun, tepat kelas dua sekolah dasar. Aku waktu itu berada di sebuah sudut ibukota Jakarta. Dua minggu “liburan” di sana seakan menjadi sia-sia, karena tiap hari hanya berada di dalam rumah di karenakan keadaaan alam yang kadangng tidak bersahabat. Ya, ibukota pada saat itu sering di guyur hujan, everyday in november rain.


Ketika itu hari Jum’at. Di tempat tinggalku ada dua mesjid yang berbeda arah dari rumahku. Ketika itu aku sedang menunaikan sholat Jum’at di mesjid besar dalam kompleks bersama saudaraku. Sedangkan ayahku pada saat itu melaksanakan sholat Jum’at di mesjid di wilayah pasar yang jaraknya lebih dekat dari rumah. Dari pagi sampai sebelum Jum’atan, keadaan cuaca masih cerah. Tidak ada tanda-tanda akan turun hujan. Namun ketika sholat Jum’at sudah selesai, hujan pun turun dengan derasnya. Aku dan saudaraku pulang sambil berlari menembus hujan yang lambat laun semakin deras. Setelah sampai di rumah, kudapati ayahku belum pulang. Kata ibuku katanya ayah belum pulang dari mesjid.


Maka akupun beranjak mencari payung bersama saudaraku. Kamipun langsung menuju mesjid dekat pasar. Setelah lama mencari, ayahkupun tidak ditemukan. Kamipun menunggu di teras mesjid dan ayahkupun tetap tidak ada. Kemudian ada tetanggaku yang kebetulan menjadi marbot mesjid tersebut mengatakan bahwa ayahku sudah pulang. Mungkin ayahku lewat jalan yang lain menuju pulang ke rumah. Aku dan saudarakupun langsung pulang ke rumah.

Ketika berjalan menuju rumahku, tiba-tiba kami melihat ada dua orang perempuan yang melambai dan memanggil kami. Kamipun mendekati mereka. Semakin dekat kami tidak mengenali mereka. Kemudian mereka berkata tolong di anterin ke depan kompleks. Karena kami berdua adalah anak yang baik (ciyeee…), maka kamipun mengantar kedua perempuan tadi sampai ke depan kompleks. Kami membuntuti mereka dari belakang, sambil agak menggigil kedinginan karena pakaian kami sudah kebasahan karena cipratan air hujan.


Setelah sampai di depan kompleks, kedua perempuan tadipun menyerahkan payung kami. Namun tidak berapa lama mereka menyerahkan uang lembaran seribuan sebanyak dua lembar kepada kami. Kami berdua kebingungan, apakah maksudnya ini? Kami kan cuma ingin mengantar kedua perempuan tadi ke depan kompleks, ikhlas kok! Kamipun pulang dengan terbengong-bengong. Namun setelah di amat-amati sekelilingku, ternyata banyak juga anak-anak seusiaku yang membawa payung dan mengantarkan “pelanggan”. Akupun bertanya kepada saudaraku, apakah kita ini mungkin disangka tukang “ojek payung” kali ya? Whatever pokoknya mah saya dan saudaraku hanya bisa tersenyum dan tertawa mengalami kejadian yang baru kami alami ini. Kejadian pertama kali.


Begitulah kejadian pertama kali aku menjadi tukang “ojek payung” yang benar-benar tidak di rencanakan. Ternyata menyenangkan juga, di samping kami bisa berhujan-hujanan (meskipun kami di larang untuk hujan-hujanan), kamipun jadi tahu bahwa ternyata banyak anak-anak yang seusia kami (waktu itu) yang menimba rezeki pada saat hujan. Tidak terbayangkan olehku jika anak-anak itu harus tiap hari berhujan-hujan ria menimba rezeki. Ternyata musim hujanpun selalu membawa berkah, khususnya untuk anak-anak seperti mereka (dan kami juga) walaupun cuma “kecelakaan”. Namun bagiku itu adalah satu pengalaman yang unik,hehehe…

Kamis, 18 Juni 2009

"CUMA" 2 TRILYUNAN KOK!!!

Dunia sepakbola memang sudah tidak masuk akal ya. Bagaimana tidak, dunia sekarang ini sedang di landa "krisis gobal", tetapi apa yang di lakukan oleh klub-klub super kaya, yang dengan mudahnya menggelontorkan jutaan pounds uang hanya untuk "mengotak-atik" tim keseyangannya.

Awal-awal bulan ini saya atau bahkan dunia di gemparkan dengan kepindahan sang ikon klub kota Milan, AC Milan. Pihak AC Milan '"ikhlas" melepas Kaka untuk di lego ke klub kaya dari kota Madrid Spanyol. Ya, Real Madrid di bursa musim transfer ini membuat dunia terkejut dengan memborong Kaka dengan banderol 65 JUTA EURO. Tahu kan artinya bila uang tersebut "diterjemahkan" ke mata uang Rupiah? Ya, jika di rupiahkan maka setara dengan RP.975.000.000.000 (SEMBILAN RATUS TUJUH PULUH LIMA MiLYAR RUPIAH, JIKA KURS 1 EURO = RP.15.000). Ini merupakan rekor transfer baru di dunia sepakbola yang sudah lama di pegang oleh Zinedine Zidane.

Kalau di Indonesia bisa di pake untuk apa ya uang sebesar itu? Membayar cicilan sisa utang? Atau untuk...

Belum sampai di situ. ternyata Real Madrid ingin berbuat kehebohan-kehebohan berikutnya. Buktinya mereka berhasil juga memboyong Cristiano Ronaldo. Ya, si CR7 ini berhasil pindah sesuai dengan keinginannya, pindah ke klub yang di impikannya juga, Real Madrid.

Yang akan mencengangkan adalah rekor fantastis yang memecahkan transfer sebelumnya yang di pecahkan oleh Kaka beberapa hari sebelumnya. Dengan uang 80 JUTA POUNDS, CR7 pun resmi meninggalkan Manchester United, klub yang telah membesarkan namanya di dunia sepakbola. Klub yang sudah menjadikan dirinya ikon klub MU tersebut. Jika kita Rupiahkan, dengan kurs 1 pounds = 16.000, maka harga seorang CR7 adalah RP.1.300.000.000.000 alias 1,3 TRILYUN RUPIAH! (Gilee beneeerrr...)

Jika kita jumlahkan, Real Madrid telah belanja pemain sebesar +- RP.2.275.000.000.000 alias 2.275 TRILYUN RUPIAH! Itu hanya untuk belanja pemain dua orang, cuma dua orang lho!

Real Madrid pun belum berhenti sampai di situ, masih ada beberapa pemain top yang akan di belinya. Mungkin dua atau tiga pemain top lagi yang sudah mereka incar untuk menisi squad utama Real Madrid musim depan.

Jangalah heran apabila dalam dunia sepakbola, hal yang demikian pasti akan terjadi, hanya untuk menjaga "gengsi" semata. Apapun bisa di lakukan oleh tim-tim yang bermodal besar.

Tetapi "kejadian" ini mendapatlan sorotanan dan kritik tajam dari seorang Michele Platini, Presiden UEFA, Presidennya persatuan olahraga sepakbola di benua eropa tersebut. Dia mengatakan bahwa hal yang di lakukan oleh Real Madrid adalah suatu kemunduran dalam dunia sepakbola saat ini. Dia mengkritik, klub-klub kaya akan dengan mudah seenaknya belanja pemain. Mereka tidak memperhatikan klub-klub lainnya yang hanya mempunyai keuangan yang "secukupnya". Jadi tim yang besar dan mapan akan semakin kaya, begitupun sebaliknya. Maka Platini pun ingin membuat peraturan untuk meredam "kejadian" itu. Sehingga yang di harapkan nanti adanya suatu "keadilan, keseimbangan dan kesehatan" dalam berkompetisi.

Itulah apa yang sedang terjadi di dunia sepakbola saat ini. Klub-klub yang super kaya akan semakin sulit untuk di tandingi dalam membangun tim impiannya. Bagaimana dengan tim-tim lainnya? Mari kita tunggu kejutan-kejutan lainnya. Atau apakah klub-klub di Indonesia bisa seperti itu? Sepertinya sangat di sayangkan jika memang itu terjadi di Indonesia. Yang penting mah memiliki pemain "kualistis yang berharga minimalis". Sanes kitu...

Selasa, 16 Juni 2009

Berbagi Cerita Tentang...

Dalam sebuah pengajian rutin yang selalu saya ikuti, ustadz yang memberikan ceramah pada suatu kesempatan membahas ringan mengenai "dunia pertelevisian" kita. Beliau mengatakan bahwa acara televisi yang ada selama ini hanyalah "tipuan dunia" belaka. Ketika akhlak manusia mengalami krisis, ketika dunia hanya di warnai godaan-godaan setan yang terkutuk, ketika agama di jadikan komoditi bisnis semata, dan ketika bla...bla... bla...

Mengenai agama dijadikan sebagai komoditi bisnis semata, dalam ceramahnya beliau menyinggung mengenai banyaknya peren-peran Islami yang di perankan oleh orang yang justru bukan seorang Muslim/Muslimah. Maksudnya ketika di dalam suatu film atau sinetron yang mengusung tema agamis, pemeran utama bahkan pemeran yang lain, ketika ada scene yang mengharuskan untuk mengucapkan kalimat-kalimat toyyibah atau bahkan melakukan ibadah wajib umat Islam, merekapun melakukannya. padahal kita tahu bahwa yang melakukan atau yang memerankannya adalah orang yang nonmuslim!

Apakah wajar ibadah wajib umat Islam maupun ucapan kalimah-kalimah toyyibah di lakukan oleh orang non-muslim? Apakah umat Islam menyadari atau tidak dengan "tindakan" ini? Apakah hanya dengan alasan meraih keuntungan dalam bisnis entertainment semata, mereka-mereka dengan sengaja melakukan hal tersebut?

Saya hanya sharing saja dengan semuanya. Bagaimana menurut anda mengenai hal tersebut? Jadikanlah hal itu suatu renungan untuk kita. Semoga Alloh SWT selalu memberikan Rahmat dan Rahim-Nya kepada kita semua. Amiiin..

Minggu, 14 Juni 2009

CERITA TENTANG CINTA

CINTA. Satu kata yang tidak asing untuk kita dengar. Semua orang pasti tahu apa yang di namakan CINTA. Tapi semua orang mungkin mempunyai persepsi yang berbeda-beda tentang CINTA, walaupun hakekatnya sama. Untuk “urusan” yang satu ini, yaitu “CINTA”, semua orang bisa melihat dari berbagai sudut pandang yang berbeda.

Ibarat seperti ada beberapa orang buta yang di suruh menyebutkan wujud fisik dari seekor gajah. Ada yang bilang bahwa gajah adalah hewan yang berbadan panjang, karena orang buta tersebut hanya memegang bagian belalai gajah saja. Ada juga yang bilang bahwa gajah itu keras, karena orang buta tersebut hanya memegang gading gajahnya saja. Dan ada yang bilang bahwa gajah itu adalah hewan besar yang diam dan bisu, karena orang buta tersebut memegang gajah pada saat gajah tersebut tertidur. Itulah “imajinasi” orang buta tentang hewan yang bernama gajah. Begitupun dengan CINTA (nah lho apa hubungannya ya gajah dengan CINTA, he3…).

Kembali ke LAPTOP…eh kembali ke bahasan tentang CINTA. Oh iya nih, saya dalam kesempatan ini hanya ingin berbagi pendapat saja tentang apa yang di namakan CINTA. Dalam kesempatan ini, saya hanya ingin melihat CINTA dari sudut yang “berbeda”. Saya teringat akan seuntai bait lagu yang membahas tentang CINTA:

“…CINTA adalah karunia-Nya…

bila di jaga dengan sempurna…

resah menimpa gundah menjelma…

jika CINTA tak di pelihara…

CINTA pada ALLOH…

CINTA yang hakiki…

CINTA pada ALLOH…

CINTA yang sejati…

bersihkan diri…

gapailah CINTA…

CINTA ILAHI…”

Makna apa yang dapat kita ambil dari untaian lagu tersebut? Kemudian apa yang terbenak dalam diri kita tentang apa yang di namakan dengan CINTA? Menurut saya pribadi sih pencapaian CINTA yang seperti inilah yang merupakan “PENCAPAIAN TERTINGGI” dari apa artinya CINTA yang sebenar-benarnya.

Tanpa mengesampingkan arti CINTA secara “horisontal”, yakni CINTA antara sesama makhluk manusia, CINTA dalam bait lagu tadi di atas adalah (pasti) akan lebih abadi dan bisa membawa kebahagiaan untuk kita baik di dunia sekarang ini maupun di akhirat nanti.

Tidak ada CINTA yang sempurna. CINTA yang sempurna hanyalah untuk Alloh SWT, Sang Maha CINTA, Sang Maha Pemilik CINTA, Sang Maha Pemilik Segalanya. Tugas kita (saya pribadi) saat ini dan seterusnya adalah mendapatkan CINTA yang sebenar-benarnya, baik itu CINTA secara “vertikal” maupun secara “horisontal”. Setujuuu…!

Sebagai penutup, saya ingin menirukan atau menyamakan “persepsi” saya dengan “seseorang ter-spesial” saya (ehemm… maaf ya bukannya saya sombong, he3…) mengenai semboyan tentang CINTA:

“AKU DI CINTAI KARENA AKU MENCINTAI”

TIGA HARI DI GODEAN

GODEAN. Sebuah wilayah yang ada di Yogyakarta. Di sana saya di persatukan dengan teman-teman baruku. Ya, exactly, saya kebetulan mendapatkan wilayah tersebut dalam rangka “pendalaman langsung” kepada masyarakat mengenai pelatihan tentang suatu kegiatan survey.

Selama tiga hari di sana kami menjadi sebuah keluarga baru yang saling mengisi. Ya, meskipun kita baru kenal belum lama, tapi dalam “keadaan tertentu” kita bisa menjadi keluarga yang baru. Dengan memahami tugas ataupun hak dan kewajiban masing-masing, kita menjalani beberapa hari tersebut dengan suka cita, ceria, canda tawa, etc. Kadang missed communication sering terjadi antara saya dengan teman-teman baru saya tersebut, dikarenakan kebanyakan dari mereka adalah asli orang jawa, jadi saya merasa “tersisihkan” jika mereka berkomunikasi dengan bahasa sehari-hari mereka. Mengenai kendala “konflik” mah pastinya gak ada.

O iya selama di lapangan tersebut, saya di pasangkan oleh “ketua suku” tim kami adalah sama seorang perempuan yang bernama Dwi. Dwi (siapa ya nama lengkapnya, saya lupa lagi) lebih muda 4 tahun dari saya, seakan-akan dia sudah saya anggap sebagai adikku sendiri. Ada kejadian yang menurut saya lumayan “unik”. Saya dan Dwi dan juga pasangan yang lainnya, kan mendapatkan kewajiban untuk mewawancara warga, sesuai dengan apa yang sudah di tetapkan oleh tim. Di karenakan keterbatasan “kendaraan dinas” dan kendaraan umum di sana, maka sebagian besar dari kami semua mewawancarai warga dengan cara berjalan kaki. Kita tahu bahwa tempat yang akan kita tuju memang lumayan dan ada yang sangat jauh dari basecamp. Tapi yang saya salut dengan partner saya, Dwi, kita pernah berjalan kaki sejauh -+8km, hanya untuk mencari atau mewawancarai seorang “responden”. Bagi saya sih berjalan segitu gak apa-apa (walo membuat kaki jadi gempor,hehehe…), tapi untuk ukuran seorang wanita yang baru saya kenal dalam tim, Dwi, ternyata (menurut) dia gak apa-apa berjalan sejauh itu. Eh ralat deng, bukan kejadian “unik”, tapi salah satu kegiatan kita aja selam tiga hari di sana.

Ada satu kejadian lagi yang terjadi. Ketika malam kedua kita menginap yang kebetulan bertepatan dengan malam jumat, kebetulan tetangga tempat kita tinggal ada yang meninggal dunia, jam enam sore-an. Kebetulan, katanya, orang yang meninggal tersebut, pada siang harinya, salah satu anggota keluarganya di wawancarai oleh selah seorang teman saya, tetapi dari anggota tim lain (bukan satu tim dengan saya). Teman saya tersebut merasa kaget dan tidak enak akan kejadian tersebut. Dia merasa, kalau dirinya datang mewawancara di waktu yang tidak tepat, sehingga di keluarga tersebut jadi ada yang meninggal dunia. Tapi setelah di beritahu oleh tokoh masyarakat setempat, bahwa yang meninggal tersebut adalah orang yang sudah lanjut usia dan memang sudah memiliki penyakit yang sudah lama.

Untuk menghormati warga setempat, maka kami berempat, yaitu, saya, mas Dori, mas Hasyim dan mas Pongky, jam delapan malam melayat, turut mengucapkan belasungkawa kepada keluarga tersebut. Yang saya salutkan, warga di sana sangat baik sifat kekeluargaan dan gotongroyongnya. Ketika kami berempat melayat, ternyata sangat banyak warga yang sudah berkumpul (seperti ada pasar kaget saja). Katanya kebiasaan daerah tersebut, memang sudah menjadi kebiasaan dan masih memegang tradisi, memegang erat tali kekeluargaan dan masih menjunjung tinggi nilai kegotongroyongan. Ternyata masih ada warga masyarakat yang seperti itu. Saya benar-benar salut.

Karena kita sudah tidak kuat menahan rasa kantuk (tiga jam-an di sana), dan juga di karenakan besok juga ada tugas yang masih menunggu kita, maka kamipun pamit kepada keluarga yang meninggal dan kepada beberapa tokoh masyarakat untuk pamit pulang ke basecamp. Alhamdulillah merekapun sangat maklum dengan keadaan kita. Tapi dengar-dengar juga, biasanya warga masyarakat setempat bisa sampai semalaman berkumpul “menjaga” dan menemani keluarga yang sedang berduka tersebut. Tambah deh rasa salutku kepada warga masyarakat Godean.

Ya mungkin hanya itu secuil kisah yang mau saya ceritakan. Walaupun kejadiannya sudah agak lama, tapi saya merasa saya harus berbagi cerita tentang “tiga hari di Godean”. Ya walaupun kurang menarik (mungkin), tapi moment tersebut lumayan berbekas di hati saya juga. Saya apresiasikan untuk teman-teman baru saya, yang sudah saya anggap sebagai “keluarga baruku”. Mereka-mereka adalah: Nevi, Risma, Dwi, Pongky, Hasyim, Dori, Wawan, Budi, Mahendra, Ardi, Maulin, Eni, Rohmiati, Debby, Anis, Retno, Rajab, Yudi, Andi (siapa lagi ya, kalo ada yang belum saya sebut maafkan saya ya, hehehe…). Tapi yang pasti kalian memang orang-orang yang baik, teman. Thanxs 4 all.

“Untuk seseorang di sana, maaf ya tema kisahnya sama dengan anda,hehehe…”