Jumat, 24 Juli 2009

Lima Hari Tak Sempurna

Rabu, lima belas Juli 2009, saya berangkat ke Jakarta bersama ibuku tercinta bermaksud untuk mengantar ibu menengok kakak iparku yang sedang sakit. Saya juga sekalian menemani ibu untuk berkunjung ke rumah kakak-kakakku yang lainnya yang tersebar di beberapa wilayah di Jakarta, Bekasi dan Bogor. Namun untuk “kunjungan pertama” ibuku langsung menuju rumah kakakku yang ke tiga, karena tujuan awalnya adalah untuk menengok kakak ipar, suami dari kakakku yang ke tiga. Kami berangkat dari Banjar jam 08.30 menggunakan transportasi umum yaitu bis. Siang jam jam 15.30 pun kami sampai juga di rumah kakakku di daerah Jati Bening Permai.

Kamis, enam belas Juli 2009, hari berikutnya saya dan ibuku masih berada di rumah kakakku yang ke tiga. Ibu mungkin ingin menginap beberapa hari dulu di sana. Namun dalam hari itu juga ada beberapa kakakku dan anak-anaknya datang bertemu, karena sudah mendengar bahwa neneknya dan pamannya yang ganteng ini (alias aku:) sudah di rumah kakakku yang ke tiga. Hingga sampai malam pun kakakku yang lainnya datang silih berganti hanya untuk bertemu dulu dengan ibuku. Mereka pun bilang kalau mau ke rumah anaknya yang lain, ibuku tinggal bilang saja dan nanti akan di jemput. Sampai hari kedua di rumah kakakku masih dalam keadaan baik-baik saja.

Jumat, tujuh belas Juli 2009, hari berikutnya kami semua menjalani hari-hari seperti biasanya. Setiap pagi di rumah kakakku ini, biasanya setiap jam 06.30 selalu di sediakan “sarapan rutin” lontong isi dan bakwan serta sambal kacang yang pedas. Karena setiap di tawari roti, ibuku selalu tidak mau. Cukup segelas teh manis hangat, lontong dan bakwan. “Sarapan rutin” ini memang sudah menjadi kebiasaan kami, di manapun, baik di Banjar maupun di rumah kakak-kakakku.

Setelah menikmati sarapan pagi, kami sekeluarga selalu menyempatkan menonton berita pagi di berbagai stasiun televisi. Sampai jam 07.30 berita pada pagi itu hanya sekitar pemilu, flu babi dan berita-berita lainnya. Hingga ketika waktu menunjukkan jam 08.00, sebuah televisi menyajikan breaking news. Tanpa saya duga breaking news itu memberitakan tentang adanya ledakan di dua hotel ternama di Jakarta yaitu Hotel JW Marriot dan Hotel The Ritz Carlton. Ketika itu hanya di beritakan ledakan terjadi dari salah satu genset sebuah restoran di salah satu hotel tersebut pada jam 07.40. Namun lama kelamaan ternyata semua stasiun televisi menampilkan berita yang sama dan mulai ada perbedaan dalam isi beritanya, yang tadinya ledakan karena genset, berubah menjadi ledakan karena bom. Bom!!! Kami sekeluargapun langsung kaget mendengarnya. Rasanya sudah beberapa tahun lebih negeri ini tidak mendengar kata-kata itu lagi.

Seketika itupun saya langsung teringat dengan keponakanku yang bekerja di bagian housekeeping Hotel JW Marriot. Saya langsung berkata kepada ibu dan kakakku, bahwa kalau tidak salah Adri (keponakanku), sudah beberapa bulan kebagian masuk shift malam. Atau masuk ganti shift setiap jam 23.00 dan pulang ganti shift berikutnya jam 07.00 dan keluar dari hotel untuk pulang biasanya jam 08.00. Itu berarti bahwa Adri berada dalam waktu terjadinya ledakan bom.

Saya langsung mengambil HP dan menekan nomor Adri, ternyata tidak nyambung-nyambung dan terus saya lakukan beberapa kali. Saya juga menelepon kakak saya yang di Banjar (orangtua Adri) menanyakan sudah ada kabar atau belum dari Adri. Kakakku sambil menangis mengatakan bahwa HP-nya Adri tidak bisa di hubungi. Lalu kakakku juga menelepon kakak yang pertama (kan biasanya Adri tidurnya numpang di rumah kakakku yang pertama) dan menjawab hal yang serupa, tidak bisa menghubungi Adri. Hampir sampai jam sembilan kurang kami semua menanti kabar telepon dari Adri!?

Hati kami semakin was-was ketika di Metro Tv menyebutkan salah satu korban ada yang bernama Adri berumur sekitar 20 tahun-an. Kami semua semakin cemas akan hal itu. Saya terus mencoba menghubungi Adri beberapa kali. Dan Alhamdulillah HP saya tersambung namun tidak ada jawaban, itu berarti HP-nya Adri sudah aktif lagi. Saya terus dan terus menghubungi Adri dan Alhamdulillah HP-nya pun di angkat dan terdengar jelas suara keponakanku Adri dengan suara yang terengah-engah. Dia mengabarkan bahwa dia baik-baik saja dan sekarang sedang panik dan juga sedang membantu teman-temannya yang menjadi korban. Dia mengatakan ketika bom tersebut meledak di Hotel JW Marriot, dia sudah berada di luar kawasan hotel dan sedang menunggu kendaraan umum untuk pulang ke rumah uwaknya (kakakku yang pertama). Namun dengan rasa kaget dan panik, dia kembali lagi ke hotel dan membantu teman-temannya yang masih berada di dalam hotel, dan banar saja ada beberapa temannya yang menjadi korban. Itulah yang di ceritakan Adri kepada saya lewat HP-nya. Kami semua bersyukur karena Adri selamat dari kejadian tersebut.

Saya juga mendapatkan kabar dari kakakku yang ke sembilan (kakakku banyak ya, hehehe…), dia mengatakan bahwa suaminya, mas Hendra juga hampir juga menjadi korban bom tersebut. Katanya, mas Hendra masuk pagi dan kebetulan tempat kerjanya di salah satu gedung di samping kedua hotel tersebut. Dia sedang mengendarai motor hendak masuk wilayah tempat kerjanya, ketika melewati hotel tersebut terdengar suara ledakan keras dan mas Hendra jatuh dan terlempar dari motornya di karenakan kaget mendengar ledakan tersebut. Namun Alhamdulillah tidak mengalami luka apapun. Alhamdulillah keluarga saya masih di lindungi Alloh SWT.

Ya… Ledakan bom di Indonesia terjadi lagi. Itu semua di lakukan untuk membuat suasana kacau, panik dengan teror-teror tersebut. Setelah Indonesia beberapa tahun ini di rasakan sudah aman dari aksi teror dan terorisme, sekarang terjadi lagi di Indonesia, tepatnya di ibukota Jakarta. Entah sudah di persiapkan secara matang atau tidak, teror bom ini terjadi sehari sebelum klub sepakbola Manchaster United akan bertandang ke Jakarta untuk melawan Tim Nasional All Stars. Dengan kebetulan juga The Ritz Carlton adalah hotel tempat menginap rombongan tim MU. Dan juga pemain Tim Nasional All Stars kebetulan juga menginap di Hotel JW Marriot. Namun pemain Tim Nasional All Stars selamat dari teror bom tersebut karena mereka sudah keluar untuk latihan jam 07.15, setengah jam sebelum ledakan bom pertama terjadi di Hotel JW Marriot. Dari kejadian dua ledakan bom di dua hotel tersebut, sampai saat ini sudah merenggut 9 orang korban tewas dan puluhan orang luka-luka.

Apa yang “mereka” inginkan dengan membuat teror bom tersebut? Apakah “mereka” tidak mempunyai hati nurani berbuat hal tersebut? Apakah “mereka” juga tidak berfikir apabila yang menjadi korban, terjadi pada anggota keluarga “mereka”? Apakah “mereka” tidak berfikir apa manfaatnya bagi mereka melakukan hal tersebut? “Mereka” memang orang-orang yang tidak bertanggungjawab! Biadab! Tidak berprikemanusiaan! Dan tidak beragama (walaupun mereka memiliki agama dan melakukan hal tersebut atas dasar perintah agama, katanya)!

Sudah cukup sampai di sini aksi-aksi teror dan terorisme terjadi di Indonesia. Biarkan Indonesia menjadi Negara yang damai, aman, tentram, saling toleransi dan sejahtera. Kita tinggal menunggu hasil dan berharap pemerintah bisa menyelesaikan masalah ini dengan tuntas (tentunya tanpa menyudutkan salah satu agama yang ada), sehingga Indonesia menjadi Negara yang diinginkan kita semua. Amiinn…

Sabtu, delapan belas Juli 2009, aktivitas seperti biasanya. Saya juga saling berbagi cerita dengan teman-teman mengenai kejadian teror bom tersebut.

Minggu, sembilan belas Juli 2009, tanpa di duga dan tanpa di inginkan, saya terkena sakit “keram usus” (kira-kira ada tidak ya istiah medisnya:) untuk yang ke tiga kalinya saya nyeri seperti itu. Kejadian seperti itu saya alami terakhir kali ketika kelas tiga SMA dan saya sempat masuk UGD rumah sakit. Namun pertengahan Desember tahun 2008 pun saya pernah mengalami “keram” ini, namun tidak terlalu nyeri dan Alhamdulillah “sembuh” atas bantuan “air doa” dari “seseorang” tercinta (ehemm ehemm…). Setelah berobat di salah satu klinik 24 jam, malam harinya ibu saya ingin pulang saja ke Banjar dan kami pun pulang ke Banjar di antar oleh salah satu kakakku.

Begitulah lima hari saya dan ibu di Jakarta. Di antara teror bom, di antara kakak ipar yang sedang sakit, di antara keponakanku (yang lain) juga sedang sakit, dan di antara saya (juga) yang sedang sakit. Benar-benar lima hari yang tidak sempurna di antara ucap syukur Alhamdulillah dan “suasana yang tidak mendukung”.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar