Minggu, 31 Mei 2009

Kejujuran Mubarok

Renungan: Kejujuran Mubarok

Dikisahkan dari Mubarok –ayahanda dari Abdullah Ibnu Al-Mubarok- bahwasanya ia pernah bekerja di sebuah kebun milik seorang saudagar. Ia tinggal di sana beberapa lama. Kemudian suatu ketika majikannya –yaitu pemilik kebun tadi yang juga salah seorang saudagar kaya dari Hamndzan- datang kepadanya dan mengatakan, “Hai Mubarok, aku ingin satu buah delima yang manis.”
Mubarok pun bergegas menuju salah satu pohon dan mengambilkan delima darinya. Majikan tadi lantas memecahnya, ternyata ia mendapati rasanya masih asam. Ia pun marah kepada Mubarok sambil mengatakan, “Aku minta yang manis, malah kau beri yang masih masam! Cepat ambilkan yang manis!”
Ia pun beranjak dan memetiknya dari pohon yang lain. Setelah di pecah oleh majikan; sama, ia mendapati rasanya masih asam. Kontan, majikannya semakin naik pitam. Ia melakukan hal yang sama untuk ketiga kalinya, majikannya mencicipinya lagi. Ternyata, masih juga yang asam rasanya. Setelah itu majikannya bertanya, “Kamu ini apa tidak tahu, mana yang manis dan mana yang asam?” Mubarok menjawab. “Tidak.’” ”Bagaimana bisa seperti itu?”
“Sebab aku tidak pernah makan buah dari kebun ini sampai aku benar-benar mengetahui (kehalalan)nya.”
“Kenapa engkau tidak mau memakannya?” Tanya majikannya lagi. “ Karena anda belum mengizinkan aku untuk makan dari kebun ini.” Jawab Mubarok. Pemilik kebun tadi terheran-heran dengan jawabannya itu.
Tatkala ia tahu akan kejujuran budaknya ini, Mubarok menjadi besar dalam pandangan matanya, dan bertambah pula nilai orang ini di sisi dia. Kebetulan majikan tadi mempunyai seorang anak perempuan yang banyak di lamar oleh orang. Ia mengatakan, “Wahai Mubarok, menurutmu siapa yang pantas memperistri putriku ini?”
“Dulu orang-orang jahilliyah menikahkan putri-putri mereka lantaran keturunan. Orang-orang yahudi menikahkan karena harta, sementara orang nasrani menikahkan karena parasnya. Dan umat ini menikahkan putri-putrinya karena agama.” Jawab Mubarok. Sang majikan kembali di buat takjub dengan pemikirannya ini. Akhirnya majikan tadi pergi dan memberitahu istrinya, katanya, “Menurutku, tidak ada yang lebih pantas untuk putri kita ini selain Mubarok.”
Mubarok pun kemudian menikahinya dan mertuanya memberinya harta yang cukup melimpah. Di kemudian hari, istri Mubarok ini melahirkan Abdullah Ibnu Al-Mubarok, seorang alim, pakar hadits, zuhud sekaligus mujahid. Yang merupakan hasil pernikahan terbaik dari pasangan orang tua kala itu. Sampai-sampai Al-Fudhoil bin ‘Iyadh Rohimahulullah mengatakan -seraya bersumpah dalam perkataanyya-, “Demi pemilik Ka’bah, kedua mataku belum pernah melihat orang yang semisal dengan Ibnu Al-Mubarok.”
Hari ini kecurangan dan penipuan sudah semakin banyak terjadi dalam kehidupan sebagian orang. Sangat jarang kita temukan orang jujur lagi di percaya dalam menunaikan amanah serta yang jauh dari sifat curang dan penipu. Kalau akibat dari sebuah, perbuatan maksiat itu sudah maklum dan pasti di akhirat kelak, maka tempat kembalinya ketika di dunia lebih dekat lagi.

-Dikutip Dari Berbagai Sumber-

Tidak ada komentar:

Posting Komentar